Ujian Nasional (UN) adalah moment yang menakutkan bagi sebagian besar siswa. UN dianggap sebagai penentu nasib mereka ke depan. Bukan hanya bagi para siswa, UN juga menjadi beban tersendiri bagi para guru, khususnya guru bidang studi yang di UN kan. Ada rasa cemas tersirat dalam setiap harapan mereka.
Secara manusiawi, ketakutan atau kecemasan itu wajar. Semua orang memilikinya. Namun sungguh disayangkan, jika perasaan-perasaan tersebut justru memicu sebagian siswa untuk melakukan tindakan yang kurang terpuji, seperti mencontek atau membeli bocoran soal dan jawaban UN. UN memang kurang, bahkan mungkin tidak disukai oleh para siswa, selama masih menjadi penentu kelulusan. Namun bagaimana pun, kita sebagai warga negara yang baik, tentu harus mentaati peraturan pemerintah, khususnya dalam penyelenggaraan UN.
Jika dilihat secara positif, sebenarnya UN ada manfaatnya. Beberapa hal positif yang bisa kita ambil dari pelaksaan UN, antara lain:
Pertama, UN dapat dijadikan sebagai sarana melatih siswa untuk mandiri dan bergiat diri. Kemandirian ini terlihat saat siswa harus mengerjakan sendiri soal-soal yang ada. Bahkan soal-soal itu dipecah lagi menjadi soal paket A dan soal paket B. Hal ini semakin mendorong siswa untuk benar-benar mandiri, tidak boleh meminta bantuan teman dalam bentuk apa pun. Bergiat diri, berarti mereka harus terus berusaha secara optimal, pantang menyerah, walau berat perjuangan yang dihadapinya.
Kedua, UN adalah salah satu moment untuk lebih mengenal diri sendiri. Tingkat kecerdasan setiap siswa pasti berbeda. Alangkah baiknya jika mereka mulai belajar mengenal diri sendiri jauh sebelum UN, sehingga mereka tahu bagaimana harus belajar mempersiapkan diri. Mereka juga menjadi tahu seberapa kemampuannya dalam menyerap atau memahami bahan pelajaran dalam satu hari. Pengenalan diri semacam ini, dapat menghindarkan siswa terjebak dalam sistem kebut semalam (SKS), yaitu mempelajari semua bahan pada malam menjelang ujian.
Ketiga, UN dapat menjadi moment melatih diri untuk jujur, baik kepada diri sendiri, guru maupun orang tua. Pengawasan yang selama berlangsungnya UN adalah dalam rangka membina siswa menjadi insan yang jujur. Kejujuran ini sangat penting untuk masa depan siswa. Kecerdasan tinggi, nilai kelulusan memuaskan serta kompetensi yang bagus tidak ada manfaatnya jika tidak dibarengi dengan kejujuran.
Keempat, UN adalah moment bagi kita untuk berserah diri sepenuhnya kepada Yang Ilahi. Melalui UN kita diajar untuk merendahkan hati dan selalu introspeksi diri. Bukan hanya siswa, tetapi juga guru dan orang tua. Selaku siswa, apakah sudah belajar sungguh-sungguh atau hanya asal belajar. Selaku guru, lebih-lebih guru bidang studi yang di-UN-kan tentu akan terasa berbeda makna introspeksinya dibandingkan dengan siswa. Alangkah baiknya jika dalam moment ini mereka mempertanyakan kembali kepada diri sendiri, apakah selama ini sudah memberikan pendidikan dan pengajaran secara optimal atau belum; apakah selama ini sudah memberi diri sepenuhnya bagi siswanya atau belum, seperti perhatian, dorongan/dukungan serta teladan untuk berjuang pantang menyerah. Sebagai orang tua, UN adalah moment untuk melihat kembali ke dalam hati. Apakah selama ini sudah memberi perhatian, dorongan atau semangat kepada anak-anaknya atau belum. Apakah selama ini sudah mencukupi kebutuhan anak, khususnya hal-hal yang berkaitan dengan pendidikan mereka atau belum. Memberikan waktu khusus bagi mereka untuk “curhat” pun bisa menjadi senjata ampuh untuk menggugah semangat mereka untuk terus maju pantang menyerah. Keyakinan mereka bahwa ada orang tua yang selalu menyertai dan memperhatikan mereka, dapat membuat mereka semakin percaya diri dalam menghadapi UN.
Akhirnya, sebagai orang yang beragama, sebaiknya selalu menaruh harapan pada Tuhan. Sebagai guru dan orang tua, janganlah kita bosan mengingatkan para siswa untuk terus berdoa, melandaskan segala usaha dan cita-cita kepada Tuhan Yang Mahaesa. Tanpa berkah-Nya, segala upaya serta perjuangan yang dilakukan untuk menghadapi UN akan sia-sia. Seperti ungkapan yang mengatakan “ Berdoa dan Bekerja” (Ora et Labora).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar